Menanamkan Tanggung Jawab kepada Anak
Sikap tanggung jawab sangat penting diajarkan kepada anak, karena kelak akan mempengaruhi kualitas kepribadiannya ketika dewasa nanti, dalam menjalani kehidupannya di masyarakat. Tanggung jawab itu berkaitan dengan menerima konsekuensi dari apa yang telah kita perbuat, atau merupakan suatu keharusan untuk melakukan sesuatu. Seseorang yang bertanggung jawab berarti dapat dipercaya dan diandalkan.
Rasulullah Saw bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas keluarganya. Seorang istri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut.” (HR. Al-Bukhari).
Anak perlu ditumbuhkan semangat, keinginan dan kepekaannya untuk bertanggung jawab, bukan dibebani secara terus menerus dengan berbagai tanggung jawab. Tanggung jawab tidak dapat dan tidak boleh dipaksakan kepada anak, karena tidak akan dapat bertahan lama dan kontraproduktif.
Penanaman tanggung jawab pada anak harus dimulai sejak dini, baik sebelum tamyiz (bisa membedakan mana yang berbahaya dan mana yang tidak) maupun setelah tamyiz. Sesuai dengan usia dan perkembangan berbagai keterampilannya (motorik kasar dan halus, berbahasa dan sebagainya).
Jika pada diri anak sudah terbangun sikap tanggung jawab serta rasa bangga mengemban tanggung jawab, maka ia akan mampu melaksanakan berbagai bentuk tanggung jawab yang menjadi kewajibannya.
Tips Menanamkan Rasa Tanggung Jawab pada Anak
Orangtua, terutama ibu, harus sabar dalam membimbing anaknya untuk bertanggung jawab. Ajari anak tanggung jawab secara perlahan-lahan, dengan pembiasaan setiap hari yang sesuai usia dan kemampuannya. Metode kekerasan dapat memojokkan dan menjatuhkan mental anak, sehingga tumbuh menjadi anak yang keras kepala dan kikir. Timbul dampak negatif pada sisi fisik anak, dan menumbuhkan sikap melawan dan agresif pada perilaku anak.
Orang tua memperkaya pengalaman anak dengan sesering mungkin memberi kepercayaan melaksanakan suatu tugas. Anak belajar mengatasi situasi yang mereka hadapi dengan penuh tanggung jawab.
Latihan mulai dari tugas-tugas sederhana yang berkaitan dengan dirinya sendiri. Misalnya: membereskan mainan selesai bermain, makan sendiri, mandi sendiri, membuka dan mengenakan pakaian/celana/sepatu sendiri, melatih anak buang air kecil atau air besar di kamar mandi (Toilet Training), menyimpan barang-barang miliknya, mempersiapkan buku pelajaran sesuai jadwal, mengerjakan PR, berangkat sekolah sendiri, membereskan tempat tidurnya, belajar menabung, memelihara barang-barang miliknya.
Selanjutnya, latihan ditingkatkan dengan tanggung jawab yang lebih tinggi, yaitu tanggung jawab terhadap keluarga. Misalnya: membantu ibu menjaga kebersihan dan kerapihan rumah, menjaga nama baik keluarga, mengajak adik bermain.
Beri kesempatan kepada anak untuk berinisiatif melakukan berbagai pekerjaan dan aktivitas sendiri, dan biarkan anak belajar dari kesalahan – kesalahan. Ruang gerak anak tidak dibatasi, sehingga anak berpeluang untuk berkembang dan produktif.
Ajarkan anak agar bisa membagi waktu untuk menyeimbangkan antara hak dan kewajiban. Anak bisa memahami kapan waktunya bermain, sholat, sekolah, makan, mandi, tidur, mengaji, dan lain-lain.
Ayah harus sejalan dengan apa yang ibu lakukan pada anaknya, sehingga anak tidak bingung dan mendapat figur yang tepat untuk ditiru. Orang tua perlu mengetahui perkembangan fisik dan psikis anak, sehingga dapat menentukan cara yang tepat untuk melatih rasa tanggung jawab.
Orangtua menjadi model yang pertama dan paling berpengaruh bagi anak untuk memberi pengarahan dan contoh yang baik. Bukan hanya menyuruh saja tanpa bimbingan. Anak belajar dengan meniru apa yang biasa ia lihat sehari-hari. Jika fondasi lingkungan keluarga sudah kuat, maka anak akan dapat mengembangkan tanggung jawabnya terhadap masyarakat.
Orang tua harus membentuk lingkungan yang kondusif, sehingga anak dibiasakan berada dalam lingkungan yang positif. Anak harus dijauhkan dari budaya hura-hura yang tidak bertanggungjawab, seperti hedonisme (gaya hidup yang mengagungkan kenikmatan duniawi semata).
Orang tua mengkomunikasikan tujuan serta manfaat ketika menyuruh anak melakukan sesuatu. Orang tua terus mengasah keterampilan gaya komunikasinya agar bisa memotivasi anak. Bina hubungan erat orang tua dan anak. Seringlah mendiskusikan masalah yang berkaitan dengan tanggung jawab.
Orangtua harus berperan sebagai pendidik bukan hanya pengajar. Bukan hanya menyampaikan materi atau transfer ilmu, tetapi transformasi pengetahuan. Yaitu mengubah perilaku anak, baik intelektualnya, perkembangan dan stabilitas emosionalnya, sampai spiritualnya.
Orangtua tidak over protektif, karena anak akan hidup dalam bayang-bayang keinginan orangtuanya. Anak tidak bahagia, bahkan sangat tersiksa, dengan apa yang dijalaninya. Hal ini dapat menghambat proses tumbuh kembang sang anak menuju kedewasaannya.
Beri anak kesempatan untuk menentukan pilihannya, sehingga anak belajar menimbang dan mengambil keputusan tanpa tergantung orang lain. Contoh memilih baju atau buku.
Berikan penghargaan (misalnya pujian) yang sewajarnya kepada anak bila ia berhasil menyelesaikan tanggung jawabnya dengan baik. Orangtua tidak hanya menghargai hasil akhir dari usaha anak, namun juga proses mental yang dilalui anak. Sehingga anak merasa dipahami.
Beri hukuman yang terkontrol dan proporsional ketika anak tidak bertanggung jawab. Orangtua tidak harus marah, tetapi cukup dengan memberi tahukan kepada anak bahwa tindakannya yang tidak bertanggungjawab itu membuat orangtua kecewa.
Tanggung Jawab Seorang Muslim
Puncak tanggung jawab seorang muslim adalah ketaatan kepada Allah Swt, dengan melaksanakan syariat Islam. Anak yang bertanggung jawab, jika melakukan perbuatan dosa akan mengakui kesalahannya, memohon ampun kepada Allah, meminta maaf kepada manusia, dan tidak akan mengulanginya lagi.
Nabi Saw kepada Hasan bin Ali dalam hadits: “Dari Abu Huroiroh ra, ia berkata: ‘Hasan bin ‘Ali ra mengambil sebiji kurma dari kurma zakat, lalu ia memasukkannya ke dalam mulutnya. Rasulullah Saw bersabda: ‘Kih! Kih! (keluarkanlah dan) buanglah kurma itu! Tidakkah engkau mengetahui bahwa kita tidak boleh memakan barang zakat?’” (HR Bukhari dan Muslim). Rasulullah Saw telah mendidik anak yang masih sangat kecil tentang makanan yang halal dan haram baginya. Persoalan halal dan haram merupakan perkara yang sangat penting, karena akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti.
Dari ‘Abdullah bin Busr Ash-Shahabi Ra ia berkata: “Ibu saya pernah mengutus saya ke tempat Rasulullah Saw untuk memberikan setandan buah anggur. Akan tetapi, sebelum saya sampai kepada beliau saya makan (buah itu) sebagian. Ketika saya tiba di rumah Rasulullah, beliau menjewer telinga saya seraya bersabda: ‘Wahai anak yang tidak amanah’.” (HR Ibnu Sunni)
Rasulullah Saw bersabda: “Perintahkanlah anak-anak untuk mendirikan sholat ketika dia berumur tujuh tahun. Dan ketika dia telah berumur sepuluh tahun, maka pukullah dia kalau dia meninggalkan sholat.” (HR Abu Daud)
Muslim yang bertanggung jawab berdasarkan Al Qur’an dan Hadits Nabi, akan mampu menjadi pemimpin dunia. Ia akan mengajak umat manusia melaksanakan syariat Islam, agar selamat di dunia dan di akhirat.
[Ummu Hafizh]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar